Kamis, 10 November 2011

apakah kontingen Indonedia akan berhasil menjadi juara umum dalam SEA Games 2011??










PERTANYAAN apakah kontingen Indonedia 
akan berhasil menjadi juara umum dalam SEA 
Games 2011 di Jakarta dan Palembang, 11-22 
November mendatang ini, patut dijawab dengan 
dua alasan. Pertama historis, kedua filosofis.

Sejarah membuktikan, dalam tiga kali sebelumnya
 menjadi tuan rumah SEA Games (1979, 1987, 1997)
 kontingenn “Merah Putih” selalu menjadi pengumpul 
medali emas terbanyak di antara seluruh 10 negara
 peserta (belum termasuk Timor Leste yang baru mulai
 bergabung 2003).Keunggulan  para atlet kita, berupa
 keberhasilan merebut posisi puncak itu juga selalu 
 dengan cara yang meyakinkan. 
Beda jauh dengan lawan-lawan kita, bahkan termasuk 
ketika dua tahun sebelumnya gelar tak resmi tapi  
prestisus itu direbut oleh Thailand pada 1985 dan 1995.
Kemampuan PB-PB dan  para atlet kita melakukan 
“recovery”, bersama kepandaian pengurus KONI dan
 jajarannya mengorganisasi SEA Games 1987 dan 1997
 sehingga mampu meraih sukses ganda (menjadi juara
 umum sekaligus penyelenggara yang baik), sungguh 
patut diacungi jempol. Apa pun bentuk strategi 
pemenangannya.Kini, dengan mengandaikan sejarah 
akan berulang, dan juga berasumsi tekad dan semangat 
para pengurus PB, lebih-lebih para atlet, tidak mau lagi 
menjadi pecundang di arena laga antarbangsa Asia 
Tenggara ini,  wajar kan kalau posisi juara umum itu bisa
 direbut kembali?Itu masih ditambah dengan filosofi 
”harus sukses” yang terus-menerus dicanangkan oleh 
seluruh pemangku kepentingan di dalamnya. Khususnya 
KONI yang kini berwujud Pelatnas Prima, KOI yang 
menjadi tulang punggung Inasoc, dan Kemenpora sebagai 
perwakilan pemerintah, pihak yang memasok hampir 
serluruh kebutuhan  dana dan fasilitasnya.Bagaimana 
kira-kira nanti realisasinya? Masyarakat luas perlu
 mendapat penjelasan. Mereka layak mendapat 
“progress report” dan  semacam data analisis terbaru 
mengenai kemungkinan terjadi atau tidaknya ulangan
 sejarah dan tercapai atau tidaknya target besar yang 
sudah lama digadang-gadang itu. DaruratPara pemangku 
kepentingan yang kini sedang aktif menjadi “sutradara”
 atau “pimpinan produksi”, tapi tidak benar-benar 
memahami masa lalu, mungkin perlu diingatkan bahwa 
gelar-gelar juara umum yang kita rebut di era 1970-an
 sampai 1990-an, termasuk tatkala tiga kali menjadi tuan 
rumah, berlangsung dalam situasi dan kondisi “normal”.
Kondisi yang stabil dan mantap itu berwujud dengan 
adanya prestasi tinggi dari para atlet kita di level Asia 
Tenggara. Bahkan, sebagian dari mereka juga Berjaya di 
tingkat Asia dan dunia, pada masa-masa itu. Sehingga,
  merebut posisi juara umum SEA Games bukanlah 
perkara yang sulit. Ketika terlepas, merebut kembalinya
 pun sepertinya mudah saja.Tapi, menjelang masuk
 milenium ketiga, dan setelah upaya-upaya kaderisasi
\ dan regenerasi mulai terlambat dan terhambat oleh 
berbagai hal dan diperparah dengan Krisis Moneter 1998,
 gelar juara umum itu menjadi seperrti licin di tangan,
 sampai akhirnya lepas pada SEA Games 1999, dan belum
 bisa direbut lagi. Peringkat kontingen kita terus merosot,
 sampai pernah begitu terpuruk hingga nomor lima di SEA
 Games 2005 dan pelan-pelan merambat naik sampai 
menjadi nomor tiga di Laos 2009. Peringkat ketiga ini
 dan posisi sebagai tuan rumah sekarang seolah-olah 
membuat kita boleh optimistis, bahkan yakin, para atlet
 kita nanti akan tampil sebagai juara umum.Jelas itu
 pandangan yang tidak tepat ataupun benar. Strata prestasi
 atlet kita bukan lagi seperti di masa lalu. Pikiran seperti
 itu menjadi lebih salah setelah semua persiapan kita, 
terutama pembangunan infrastruktur dan penyediaan 
peralatan pertandingan, berantakan plus amburadul.
Apakah dalam kondisi yang patut disebut darurat ini, 
kita masih bertekad atau berharap kontingen Indonesia 
bisa menjadi tuan rumah yang baik sambil juga merebut 
posisi juara umum? Syukur-syukur pula kemudian para 
atlet terbaik kita itu  mampu meraih lebih dari satu medali 
emas pada Olimpiade 2012, tetap juara umum pada 
SEA Games 2013, dan merebut lebih dari empat emas 
pada Asian Games 2014?Sepak BolaDalam kondisi 
terburuk sepanjang sejarah kita sebagai tuan rumah 
SEA Games, tampaknya lebih baik kita menundukkan 
kepala dan berdoa semoga minimal bukan hanya upacara 
pembukaannya (dengan biaya raksasa Rp 120 miliar) 
yang akan berlangsung megah dan meriah. 
Seluruh acara lain hingga penutupan, 
semoga pula berjalan tanpa banyak protes dan keluhan.
Juara umum? Biarlah menjadi hasil bagus dari kontingen
 yang memang memiliki lebih banyak atlet dengan prestasi
 lebih tinggi dan telah dipersiapkan lebih baik pula untuk
 berlaga ke Jakarta dan Palembang nanti. Masuk akal pula 
pandangan Richard Sambera, perenang yang telah
 berkali-kali meraih emas SEA Games, bahwa posisi 
Indonesia akan tetap di peringkat ketiga, di bawah 
Thailand dan Vietnam.Jika hasil buruk itu yang betul 
akan terjadi, harapan untuk membuat masyarakat kita
 terhibur hanyalah jika rumus sederhana
  “Win Sprint and Soccer” 
(Menangkan Lari Sprint dan Sepak bola) terpenuhi.
Tapi, gelar juara lari sprint 100 atau 200 meter  
tampaknya tak akan bisa juga direbut karena jagoan kita, 
Suryo Agung Wibowo, mengundurkan diri. Sepak bola? 
 Dengan di babak penyisihan sudah  langsung berhadapan
 dengan Thailand, Singapura, Malaysia, plus Kamboja?
Kuncinya ada di sini: perjuangan ekstra-keras pasukan 
Rahmad Darmawan dan dukungan doa dari para penggila 
sepak bola yang sudah 20 tahun merindukan kembalinya 
medali emas olahraga terpopuler ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar